Menyongsong Kedatangan Penyelamat: Renungan Adven 2020
November berganti Desember, musim juga berubah, dari musim semi ke musim panas dari bunga Jacaranda berwarna ungu ke bunga Tipuana berwarna kuning. Waktu berjalan dengan irama seperti sebelum-sebelumnya. Warna liturgy ikut juga berganti seperti sudah ditata, dari warna hijau masa Biasa ke warna ungu masa Adven. Meskipun berjalan maju, kerap saya merasakan waktu seperti berulang juga. Benarlah apa yang dikatakan oleh Pengkotbah 1:9:
“Apa yang pernah ada akan ada lagi dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru dibawah Matahari.” [Pengkotbah 1:9]
Bagaimana rasa-merasamu soal waktu? Apakah maju? Apakah berulang seperti kerap saya rasakan? Jika merasakan waktu itu berulang, sebenarnya tidak ada maju, tidak ada mundur. Berputar-putar saja. Rasa-merasa saya soal waktu ini diperkuat dengan apa yang terjadi minggu lalu. Kita tidak maju. Kita tidak mudur. Kita berputar-putar di persoalan yang sama dari hari ke hari.
Yah, saat ini persoalan bersama kita ialah COVID-19. Semua menanti kapan akan berakhir. Apakah memang kita mesti berbagi hidup dengannya secara berdampingan dalam damai? Vaccine sudah mengalami perkembangan dengan sangat maju dan cepat walaupun rasanya amat lambat dan stagnant. Namun percayalah ada kemajuan yang sangat berarti. Kita sungguh menantikannya.
Penantian akan kehadiran vaccine berbeda dengan persiapan masa adven. Walaupun sama-sama menunggu. Adven berarti kedatangan. Kita menyongsong kedatangan Penyelamat kita dan seluruh dunia tanpa ragu dan tanpa menunda-nunda. Dia tidak butuh pengakuan WHO juga tidak butuh izin BPOM untuk menyelamatkan dunia. Dia hanya taat pada misi Bapa, berinkarnasi dalam rupa bayi yang berbaring dipalungan.
Injil Minggu Adven II Tahun B – Mrk 1:1-8 – hampir seluruhnya membicarakan Yohanes Pembaptis. Dia ini tokoh yang sudah sejak lama dinubuatkan sebagai utusan yang mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Seluruh daerah Yudea dan semua penduduk Yerusalem mendatanginya di padang gurun minta dibaptis olehnya sebagai tanda bertobat demi pengampunan dosa. Ia juga tampil di mata orang sebagai seorang nabi. Semua uraian mengenai Yohanes Pembaptis kiranya dimaksud untuk semakin menyoroti siapa yang akan datang nanti, yakni Yesus. Dia ini tokoh yang jauh lebih besar yang diumumkan oleh Yohanes sendiri.
Yohanes Pembaptis ialah tokoh suci yang mempesona orang banyak. Mereka datang meminta nasihat, mencari kejernihan batin di tempat ia tinggal, yakni di padang gurun. Mereka datang kepadanya minta dibaptis dan dengan tindakan itu orang mengungkapkan diri bertobat dan siap mendapat pengampunan dosa.
Kita membawa diri sehingga semakin layak mendekat ke kehadiran ilahi sendiri. Sebuah ajakan untuk membuat wajah manusia semakin sesuai dengan kebesarannya. Sekaligus ajakan agar peka akan apa-apa yang menjadi “cacat” dan “noda” kemanusiaan: kemelaratan, ketakadilan, perbedaan yang tak kurang memberi keleluasaan untuk berkembang, serta mekanisme yang melanggengkan ketimpangan termasuk sikap-sikap beragama yang mengurung diri dalam kesalehan semu atau kutub lainnya, aktivisme lapangan yang makin lama makin menciutkan ruang batin. Masa Adven dapat menjadi masa meninjau mana arah-arah yang mesti diluruskan, mana jalan-jalan yang bisa dirintis untuk membuat kemanusiaan makin layak.
Fr Martinus Situmorang OFMCap